Senin, 24 Desember 2012

Burek !


Candu

Naramu, menghimpitiku di tengah rekahan-rekahan lambu
Menyesak dengan pelan mencabuti nafas lirihku
Mengoyak , lalu merauk aungan pintaku

Selang-selang yang menahuniku di candumu pun...
Diam berkeringatan  tapak-tapak jeritan lingsirmu
Melolong,
Merindu wajah semu-semu

Candu,
Virus mantra yang kau tabu
Masih sibuk menggema di tangga-tangga jariku
Menganga dan bisai seluruh keringan kertasku

Ampunku mengentalmu candu,
Ampunku di sela-sela gemuruhan janjimu
Ampunku...

Kau benar–benar candu...

(>nara belingsat dalam busungan dinasan candu //5-1212




Mabuk ( “IV

I
Mabukku ,
Lunta-lunta di tengah puan-puan nyamur
Bertetes satu demi satu pijakan lintah menyambut
Sempoyong memegang racun-racun
Muntah,
Menahan luka semak-semak yang terpoles apik di tungku bangkaian lemahmu
II
Mabuk,
Aku benar-benar merayap diam di dalam kandungan mu
Bergelombang dengan kepak teraknya gemuruh rayu-rayu
Bernyiur perlahan
Menjanji di ujung sialu kebisuan silaumu
III
Mabuk, hentak sila-sila pantaimu menjanur paru
Menguliti perasan kulitan batinku
Menjatuhkannya ,,, tepat di tombak palung-palung
IV
Mabuk,
Gerak lelehmu menghunusi dunia bawahan bersapu
Menggorok dengan manis
Tepat di latar-latar penghujatan koran-koran iris...

3/1212




Nyonya

Angguk riang meliuk di gumpalan sanggul nuraga
Merintih satu persatu tusukan bersetubuh
Menjantung di atap rambut beristana sungkup
Menatap satu dengan  diam berkelopak liuk
Mengaku bersampur liatan merah ranum
Mengaraknya deru di bilah paritan semu
Hitam dan menjantung,

Kaca-kaca yang mengasah belati-belati intipmu pun
Menyapu deras dengan guyur-guyur perasan malam berkelud
Mengayun, dengan manisnya kilat merapat sendu
Begitulah,,,
Begitulah nyonyaku,
Yang senang mengaku,
Mengaku untuk merayu tuanku...

Memang...
Memang begitulah nyonyaku,
Menjamur di garis ruang senjanya angsa raung
Tapi, memanjati paku bersisipkan pecahan kaca muse tuamu
Kini meringkuk berselambu keriput
Dengan tudung busuk bergelayun pilahan mantra aliran resimu

191212

Rombak, Mencari Pandega

Menyebut ia manusia
Melangkah di gunduk-gunduk serakan dahan
Hembus, menyejuk guyuran
Mengajak diam
Beradu ronta tatapan
Dengan panah langit-langit rana

Anda menyebut manusia,
Dua tangan yang berjalan
Selang, berlayang
Menanduku dalam perahu gujarat pandega simpang
Meraungkan pijak
Dengan amuk angin lembayung tinta pion harapan

Anda mengaku juga manusia,
Menyapu aliran desir pandangan
Mengarakku
Masuk menali desir darah hembusan
Di sungai pasangan
Yang merusuk dan menjatuhi pandega
Pencakar jurang  hati bertuan

181212


Surat Pinggiran(“

Kami, penghuni pinggiran
Yang menelan darah sendiri
Yang menusuk nyawa berhuni
Yang melolong,
Diam,lusuh berdesir terjunan surat pinggiran sunyi,
Menyanyikan celoteh tak bersuara dasi:
Kamu, pemandang penghuni pinggiran
Yang menelan darah kami
Yang menusuk nyawa kami
Tak melolong,
Diam,berdasi di paris tinta-tinta bulir
berterjun surat pinggiran mati
terubah, buas-buas mengapas menjanji!
Terlunta, sisip-sisip kami
Kau diamkan menuju pucuk jeruji pedang kapalan kaki
Terinjak duri yang menyanyati kulit
Dalam miskin surat pinggiran berdasi.
Dan akhir tuli
Akhir senyuman penghianatan kembali
Kembali bau
berdasi-basi!
181212



BATANG

Tubuhmu, meliuk di tiupan
Menarikmu memetik hembusan
Menengok cahaya yang mengintip-intip pandangan
Sambil, menata gabus-gabus air sisa perasan
Sambil, menata ranting yang berjatuh gerayapan
Tetapi,tetap tegak menatapi batangan
Meski, luka itu ditutup halaman

Batang, bertuanmu di tanahan nisan
Kami penikmat hasil tuan
Meranum diam mendengar
Menengadahkan dua jemari tetuan
Menali parit-parit jejalan.

Batang, ambu ruammu dipelipis buraman
Mengangakan patri bertusuk-tusuk  bisikan

2/12/12



LUMPANG

Tumbuk menuduh satu persatu
Tindih menelan sayu bertalu
Jatuh dendam berbatu-batu
Mengucurkan berpuluh-puluh peluru

Lumpang,
Suaramu nian menggebu
Menyanyi madu di pistol-pistol mulutmu
Kau hiasi setiap menir dinding-dinding ototmu
Dengan bercak merah merayu
Dengan belanga darahan layu

Lumpang, diucapkan satu wajahmu
Kau menari bagaikan gunturan laju
Kau injak,
Meletuplah getah-getah murni itu,,,
Kau jengkal,
Meronalah beberan jantungan bisu ...

Lumpang,
Ku rasa,,,
Kau memang ingin dan belum kering di dinginmu,
Kau masih tumbuk dibilik mata sayu
Kau kuasai seluruh,,,
Menuntut yang belum bermantra rasamu.

Lumpang,segeralah berhenti dengan hatimu...
(salam perdamaian untuk semua saudaraku-24/11/12



















Getah Betari

Kini namamu yang tinggal betari
Mengendap bersamakan senja bertepi di mega-mega  rinjing

Kini wajahmu yang tinggal betari
Tapi sudah tersapu lumpur , berintikkan dedaun  garing

Betari,sekali lagi
Sudah menjadi getah betari
Sudah bergetah, liar dan lempar dalam jubah bertopi

Betari,
Berontaklah dengan nama betari
Duduk, mencambuk  getah-getah betari lembing
Berjalan dengan jengkalan bui
Simpuh di tahta betari

Sekali lagi,
Ingatlah kau betari,
Getah betari bukan satu-satunya sungai betari
Dan betari...
Tengok , satu derasan betari...
( kerontangmu  kini meronggai cakra betari:17 Oktober 2012............



Jangan Bilang-bilang ; )”LEAK

Suara gemuruh di persimpangan, berburu, bertopi, bertongkat
Suara berderu, bersenjata
Suara bertabuh, menyanjung
Suara, terliat-liat panjang dengan getahan mu
Suara, menyiur dengan sobek sutra kafan LEAK sampu
busuk gerangan kaku
;
Suara, celoteh pandu
Suara, berkertas-kertas buluk
Suara, mengampunku di ubun-ubnn
;
Janganlah kau bersuara; )LEAK itu
Ini sudah lebih dari kau sekedar membumbu
Ini sudah lekas berpuluh-puluh bius
Ini juga sudah kau bertamu dengan leak-leak seruput
Ini sudah kau mengaku
;
)”kini aku yang yang bilang padamu
Kini abu itu bersemburan mengaraki nara kecubung kabut
Kini jangan kau mengaku
Mengaku suara melagu
Mengaku satu
Mengaku kau tak bersampir seribu
Kau-diam saja dengan merangu

Jangan bilang-bilang; Leak—08;1212



Keriput

Lajumu bersela,antara sungai-sungai satu
Jaring meramu,padu berkelok alur
Hadir dengan senyum manisnya kulitan keriput

Keriput,
Kembalinya bungkam bersapu
Detak,bergerak dalam sela-sela nafasan jasadmu
Keriput,
Mendekati tiang berdiri 3 jengkal
Pandai,juga lupa akan mahkota dulu pasang

Keriput,
Hiasan kotak
Bertabur ruak,bersisa tinta

Keriput,
Jalan bercabang
Dengan putung dalam lubang hiasan

22.9.12
Top of Form
Bottom of Form









Kuncup Liur

Meleleh dengan serak-serak patahan tangan
Menyumbu diam dalam sesepah liar
Bersandang, taruh bak teropan belang
Mengucur dengan pelan
Menjatuh dengan gersang-gersang tumpahan
Bergeliat, mementalkan alunan

Begitulah sesepah hidup kuncup liar
Menguncup dengan liuran
Beranak jerami-jerami ukiran
Bertandu dengan mudahnya di selipan ronta bisingan
Menganga renyah di tangis-tangis bulan
Serok, liur kuncupan

15 injak,
Di kuncup liuran malam 14/12/12





LEMBU-LEMBU REMANG

Bergelembung detak di keremangan angan
Dengan gemulai,deru berselambu silauan
Sambili erat dalam jemari bertuan
Dalam satu karang,bersapu satu madu pandang

Singgah,lalu ananda geretak
Berhambur di retas-retas korona jurang
Menjamu,hambar dalam titisan
Antara selimut langit-langit  remang

Laju lembu,segera berteteskan darahan segar
Salah masuk,ambil pena berTuhan
Terhunus fana,kerak bersarang
Antara lembu dan lembu remang

(“ Intipan liang yang puan...10/10/12”






Lintah
                                                                                             
Darat berserat lemah
Berkerat pabila liurmu bergerah
Datang dengan lem-lem getah
Singgah berayukan siulan lintah

Berjalan dalam lintah
Beranak kaki belahan lintah
Perlahan, diam membingkai selaput lintah
Membelah, lalu bergerak menyeruputi darah

Lintah, baumu benar-benar anyir nan lintah
Berjaring, menghujami otak-otak
Sambili sanding berobor ublik pati remah

Lintah, 2 kaki berjari -21/10/12







Serak

Lumpuhmu talah.
Lajumu ronta,berdagingkan darma
Menganga di patahan mata
Hanya bisa berseragamkan kata

Serak,
Ngaunganmu suah di  panggung  jalang
Sisa genggamanmu  hanya berbekas basah
Tanpa sekat detak
Berujung panah.

Serak,
Kini hanya tata
Mana kitab yang  kau kumandangkan hanya buta

Serak,
Sekarang semua caba.
Antara hawa dan rasa,yang masai menyelusup darah.
Bukan kembali bercermin.
Tapi,akan tibai kering
Dalam kursi bening
Berkredo pening.

24 Agustus 2012























Sepuh

Sebuah  mata kaku yang berkelok runtuh
Berpijak dalam batuan palung
Jerih,berdesahkan bisu.

Laku bau di semak-semak lusuh
Diam berdoakan windu
Siang,malam hancur dalam debu

Melaju dalam tindihan  laut
Bergagap satu
Dengan remasan ludah kepulan waktu
Rindu,
Antara dentuman di malam kemenangan-Mu...
Menunduk sujud,
Dalam arangan pilu.

25 Agustus 2012




Perbincangan  “SA”-“IR”

SA
Aku sudah cukup remang membuka lampu dalam jari-jari taman
Aku sudah berinjak lama,lari di tengah rumput-rumput taman
Aku sudah ingin memutus tali bertuliskan paras taman
Aku malu,dosa bertumpuk jarum di sesak-sesak rahim taman
Aku sudah ingin muntah, tapi busa bersapu-sapu menegur gelombang
IR
Apa yang kau tahu tentang siluet dosa SA?
Yang ku tahu, kau hanya kepala gerhana
Yang ku tahu, kau hanya lubang yang sudah lama menua,coret,usang,dan kotor berjingga
SA
Aku memang hanya arca tua dan menua dalam rumah bertaman
Tapi,tak bisakah kau tinggal dan membunuh jari lampu bertaman
Aku benar-benar semakin lubang dengan bau dosa yang semakin menetasi ruang
IR
Aku tak bisa
Tapi,aku juga bisa
Jika kau menghanyutkan ragi-ragi  bernisankan dosa berbunga.

(to: tari  betari -14/10/12...

Paru-paru Keranjang

Bertumpuk dalam tusuk-tusuk palungan dangkal
Membiru deru dalam dekapan hujan
Melamun bergeruskan awanan kepulan
Menjamur, bertatapkan derasan palu yang runyam

Mahkota-mahkota yang singgah pun
Berjatuh satu demi satu dalam kolong-kolong  lintang
Senyap berkelambu
Pasrah,berarus  bisik-bisikan tambung malam
Bak rona berjubah geliatan patungan taman

Bunga yang menyapai hembusan pun diam,
Bersemedi deras di altar-altar keranjang
Bersaksi, dalam hamba yang diam
Bersama cemeti-cemeti kamar yang berabukan penali  geram.

( untuk Dum, yang menjadi  sisa keranjang dalam buai-buai keagnostikan .........09/10/12)

Surat katarak”
Sebuah jalan dengan teriakan tegap
Penuh jeram menjalar dengan darah
Sukma  di tata dengan angka-angka rupiah
Lalu buang dibuai sampah

Dengan tiba berpadankan lumpuran tanah
Tanpa peluru senjata
Tonggak tegak
Lupa dengan batokan tunasnya
Tumbuh tanpa aparatus ideologinya
Tiba mencair  dalam bejana
Di selaput peluruhan beta

Hujan mata bahkan selalu bersua
Antara jas me-rah dan lu-rah
Saling berebut di tahta

Sekarang
Surat  tiba:
Punakawan harus segera ditata
Di barisan adi hegemoni ketua

Benar surat katarak!
Berjubah senjata tanpa titik koma
Pelatuk siapkan bara
Surat harus  merdeka.
Nasib yang diselimuti kabut perah)”
23 Agustus 2012



















Rumpang!

Menyelusup di tulang
Mengisi ekskavasi talang-talang dengan sublim,kafah yang mula di leksem jenuhnya alang
Terdiskursif di  sudinya sela perhentian,,,
Tiba pergi berubah di butir-butir empunya sesempit pikiran,,,
.-.
(Semua hampir gila tanpa acuan,
Entah terpontang kemana arah tujuan
Hingga gambaran dasar saja tak muncul di cermin taman...)
Tepatnya di bising malam...
.-.
(keranda demi kerandapun melewati persawahan,,,
mencoba sedikit tersenyum pada raga yang malang,,,
ingatkan fasemu di jari pertapaan)
saat tiba di keelokan











Debu Pelekuk

Bisik kabur di luyu teropongku,
Mendaki gurun satu batu
Bermainkan madu tarik cahya satu..
Berdesir debu kepul di hamparan nadimku..
Bersorak,
Bertanya,
Dengan diam dalam alun gumpalan satu
Jari larik petang sayu
Menandai
Sekuik tugu onyong di pantulanku
Mencair dengan kapal padu
Berdentum dengan aungan dua bola tatapan yang anggun...
Disadarku...
Semua masih terlihat pacak merujuki suaraku ...
Aung 26/5/2012







Di hotel prodeo

M erak-merak  melambungkan perbuluan frasa
Kini diam memandang
Berhenti dengan  titisan bayang
Dan mengjubai cahaya yang malang
Sejenak memasang,,.
Sejenak mentahta...
Dan sejengkal meributi desir kerisik panjang...
.-.
Sejak itu pula cerita kita hilang...
Menariki musik yang selalu menjadi sulut lembayunan...
.-.
Atropimu pun mengganggui senyapnya layang...
Berhenti memandang dengan tatapan kosongmu yang menjurang...

Sebilah:
Sepertinya kau belum paham dengan pencacatan Tuhan...
Aku merelakan jika memang kertasku harus tertutup untuk sebuah coretan..
Tetapi, jika itu harus diambil sang ilahi...
Aku akan lebih menghargai..
Karena keputusan itu memang harus,,memandang sakit dan bahagia yang tipis di pandang...
(semoga anda bisa lebih menghargai artinya sebuah keputusan...)
Senin, 30 April 2012



Keranda gabah”

Singkap di pelupuknya bunga..
Menyapa dengan sigap di pecinya...
Dengan lembut mempermainkan melodi siah...
Saling labas di beradukan pandangan ...
Diikat  di tepian...
Hingga runcah tak berbilah....
Lalu bisik pun  hanya bisa berbui di rajam...
Beriring di lantun kerisik pacak....
.-.
15/5/12










Bumi Subal

Di sesaki hegemoni tanpa aparatus
Bisu buyu
Di kerokan batok berjejak parut
Kerikil keringat menyapu
Dengan senyum apati
Di kerongkongan paku
Dengan wasiat:
Tangan dan perut satu
Bersempoyong laku
Di padang hijau bumi subalku
Lalu
Tak pahit di nisan-nisan penjajahan anakmu
Meraja dengan tonggak kuku
Mencengkeram di kulit hitam dan putihku

Tak adakah raungan dari sebal-sebalnya waktu?
Tak terdengarkah  petiran itu?
Semu kuah di gurun agung
Berselir  suak di manisan merdu

Selasa, 21 Agustus 2012
Tulah Lembayung

Kini mukamu yang terpancar renda kelu palung,,,
Menyanyi riuh,di ombak wewangi kamboja lembayung
Anyir,bermimiskan sore empunya lembayung
Serik berdetaknya terik lembayung

Hanyutan pasir yang singgah membasuhi pun,
Tulah rerintik di mata-mata lembayung
Menatapi sang empu dalam buaian payung lembayung

Tulah lembayung,
Bayangmu menyapu separuh getah jejakan lembayung
Menghisap seluruh pandang
Dan menyeruput seluruh ruang-ruang jenaknya lembayung...

(“Singgah,menulah dalam dera menyanmu (sang lembayung),,,27/10/12







Tirai Malam

Terbang dalam sayap-sayap malam
Duduk diam memandangi sejuknya peraduan
Memadukan tinta-tinta ,,, dalam windu yang nian terpendam...

Tirai malam,
Datang dengan pelan
Meneduh dengan manabuhi layang
Saling meraga,,, di sela-sela penantian petang...

Tirai malam,
Tundukkku berucap jemari malam
Terinjak lama
Berkasa pena kunang,diantara tirai-tirai kepala malam...

(untuk sang pemilik kepala malam-23/101/12)











Rangka Sepah

Menyusupnya di sela-sela lemah
Meredup pelan di kerumunan gumpalan
Jalan tanah, bernyiur dalam pegangan
Mengantarkan  satu virus di muka gajih fana beling setan

Sepuh-sepuh rerumputan yang berebut tuk menyapa pun
Tiba-tiba menguning kuncup di duri-duri ranting
Berkering,
Tumbuh didih di teras-teras altar pengantin
Tiba bersolek penebah
Duduk sesaji
Di kerisik pergolakan tungku-tungku selidi
Lalu mengakar,
Membatiki otak-otak tuli

Sang rangka bertudung sutra latin pun,
Jua sepoi hembus mengarak berkelana menekik
Bertamparkan bulu-bulu rangka mati
Gugur bersemi, dedaun dingin
Berjeritkan teropan abu dalam tumbukan gerhana bening

14/11/12



TANAH

Rupamu menyanyat
Satu dengan senyum retak
Dua dengan lelehan hitam
Tiganya, lantang mencuci selambu otak

Lakumu juga menghujam
Mengiris satu demi satu perahan darah
Kau penuhinya dengan tanah
Tanah perusak ,

Tanah,
Masihkah kau bisa dipercaya?
Tanah.
Masihkah aku bisa menolehnya dalam injak...

Tanah,  kau adalah kekasih kering  dan hujan yang melayang ...
Tanah...Mereka pun juga sudah meludah....
Tanah,,,
Sepertinya kau memang sudah retas, dan tinggal seuap benang...

Terik tanah -21/10/12



























Pegadaian Negara”

Dikabuti pencitraan saja!

Rakyat mati rasa dikuba mata
Rela membakar sejuta warna
Meski harus berkabur nyawa...

Entah apa kesalahan darah negara..
Seolah tak ada harga untuk seonggok nyawa
Apakah ini awal dari putusnya kepala?
Entahlah...
Semua hanya ramai dengan dendam dan kabutan persengketaan saja...

Akupun sampai bingung...
Bingungmenyinyir rasa...
Ringankah lirik pandang semuanya?
Apakah benar segala program adalah janji semata?
Apakah benar hukum sekarang adalah roti donat yang siap dibeli kapan saja?
Seolah mati dan berontak adalah permainan belaka...

Ironis...
Ironis sekali...
Ceruap saja luntur di kaki...
Kemanakah kau wakil rakyat?
Kemanakah kau kepala rakyat?
Kemanakah kau?
Aku menunggu perbuktian pamflet-pamflet janji ...
Tepat di pegadaian yang kau buangkan selama berjam-jam lamanya ini...
Tgl : 28/01/2012
Pukul : 22:26


















“Para Politik Cinta:

Bermain di atas rupiah bunga
Terlena
Terpantul
Disana...
Ter atap
Di celah-celah
Jendela
Dengar perut-perut karungnya...
Bangga
Bangsa
Melarat di bawahnya...
Tawa
Riak
Mengalur saja
Tak henti-hentinya...

Pistolpun tak peluru mencarik terhubung
Terbungkus penjara hotel berbintangkan selubung
Hanya cover sajalah,
Kala menatanya di sudut-sudut belatung,

Padahal itu belum seberapanya
Dari pahit gotronya susuk-susuk coblosan tipu yang kau ranum...

Kami seperti  hanya makhluk tanpa jantung...
Tak tertanggap di titinya jejak ban penggunung
dinegara tanpa adanya kepala sambung...
“(demo salah satu gerombolan di ibu kota penggorok paru-paru rakyat yang bergantung...)



















“Tengger manyang”
Diikuti...
Tarian epilepsi kemarangan.
Tersapuk didua kain yang mengicau ditengah malaman.
Tergerak dalam kediaman.
Merapat tersesakkan,
Oleh lulutan yang diburu kekerisan para penopang perunggu  amoral:
=Yang menyakari akar keindahan
=Yang tak tahu kerasnya desiran
=Yang tak tahu penodaan yang terlansirkan
=Yang tak tahu kepalsuan
=Yang tak tahu corongan kenyataan
Di keluasan
Yang jauh dari kunci kerajaan....
Bertemankan anyiran suara belalang
Yang berkabung kekuningan
Ditemani kekejian.
Dan sekejab,,,,!
Mereka menyelam
Diwaduk neraka malam
Di satui kerumunan
Yang tersisai
Ketaksaan!

“(Turut prihatin dengan kekejian yang dilakukan  sekelompok marinir AS terhadap para pejuang Talaiban)”
Sabtu, 14 Januari 2012
Bendera pagi”

Hinggap bertuli di retasan mega mati...
Perisai lamunan matahari yang anyir ...
Ikut menyerutu dalam mimpi
Hadir,tanpa wujud ragawi
Medial,berpucukkan duri...

Sekeping tali...
Sendiri,berbatangkan abu mati,
Bergumpal dalam bisik  matahari

Lalu,,,
Pijak,diam tak berkusir:
Ku tunggumu
benderaku berdiri
Ku tunggumu
penali benderaku lahir
Ku tunggumu
benderaku menyapa kembali
Ku tungguimu
dalam desir aliran sugi...

31/08/12



Flamboyan

Sejenak menetap tajam
Menarik pandang dengan tiupan
Mengerangi hati dengan merah senyuman

Flamboyan

Kau benar-benar menawan
Mencakari hati yang tengah tenang
Sinar langkahmupun,menghukumiku di peletakan diam
Dengan duduk di samping flamboyan...

Hadirnya...
Mengusung sayapan terang
Dengan malaikat bersusuk flamboyan...
Merasuk mengikuti surga alam...
Bersuarakan gemuruh magma yang rela diam...
Meretas dengan  luluhan flamboyan...
Luluh lantah dalam langkah flamboyan...

Jumat, 31 Agustus 2012

LUDAH

Liuk anyir putih gerah
Melaut pelan dalam gua geraham
Berbias-bias
Mengoyak pelan suara-suara bisikan
 Dengan hunus pada jibril bertuan
Panggil menembus, rusuk berpintal-pintal

Ananda, kata merekam
Lilit sangkuk pada liat-liat ludahan,
Merosot keras di susuk-susuk gubukan
Berkoran, deras lir bergelayutan
Sambili merangkak di peras apuhan lus buyu berang

Benar, ludah menggarang
Ia tusuk beranak-anak injak
Bisu huruf dalam gelayun-gelayun lumpur emas.

Ludah yang menjamur dalam sisik-sisik angsa
Merayu zaman yang kenari merang.


1 komentar:

  1. Sands Casino | New Casino in California | Seneca County
    Come out and play at Sands Casino in California, nestled in the scenic picturesque Northeast. Play at our 샌즈카지노 new location at the 바카라 사이트 heart of beautiful 메리트 카지노 Northeast.

    BalasHapus