ANALISIS NASKAH DRAMA "BILA MALAM BERTAMBAH MALAM"
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra pada umumnya menceritakan
kenyataan hidup dalam bentuk artistik sehingga kehadirannya mempunyai arti
tersendiri bagi si pembaca atau si penikmatnya. Menurut Semi
(1984: 2) Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang
objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai
mediumnya. Drama sebagai karya sastra tidak terlepas dari pembicaraan di atas.
Dalam drama, masalah kehidupan dan kemanusiaan yang dikemukakan biasanya
tidaklah terlepas dari aspek-aspek sosial masyarakat dalam hubungan manusia
dengan manusia lainnya. Drama juga menyajikan aspek-aspek perilaku manusia
terhadap jenisnya dalam kaitannya dengan nilai-nilai kemanusiaan. Kata “drama”
berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak,
atau beraksi. Drama berarti perbuatan, tindakan atau action (Waluyo 2003: 2).
Drama juga dapat didefinisikan sebagai cerita yang dipertunjukkan karena pada
dasarnya drama merupakan dialog dari tokoh dalam cerita yang diperankan dalam
panggung. Drama, sebagai suatu genre sastra mempunyai kekhususan dibandingkan
dengan genre sastra lain, layaknya piuisi dan fiksi. Kekhususan drama
disebabkan tujuan drama ditulis oleh pengarangnya tidak hanya berhenti sampai
pada tahap pembeberan peristiwa untuk dinikmati secara artistik imajenatif oleh
pembacanya, melainkan juga harus dilanjutkan pada sebuah pementasan secara
visual di atas panggung pertunjukkan. Kekhususan drama inilah yang menjadikan
drama sebagai genre sastra yang berorientasi pada seni pertunjukkan dibanding
genre sastra lain. Untuk itulah, drama dapat dianggap sebagai suatu karya yang
memiliki dua dimensi, yakni dimensi sastra dan dimensi seni pertunjukkan.
Penghargaan naskah drama dapat dilakukan dengan cara mengapresiasi sastra lakon
tersebut melalui berbagai pendekatan karya sastra. Seperti
halnya puisi dan prosa, drama sebagai karya sastra perlu diapresiasikan lewat
pembacaan terhadap naskahnya. Pengertian apresiasi dalam drama sama dengan
apresiasi sastra lainnya, yakni merupakan penaksiran kualitas karya sastra
serta pemberian nilai yang wajar kepadanya berdasarkan pengamatan dan
pengalaman yang jelas, sadar, serta kritis. Apresiasi sastra ialah penghargaan
(terhadap karya sastra) yang didasarkan pemahaman (Panuti Sudjiman, 1990:9).
Setiap naskah drama memiliki keunikan tersendiri bergatung
pada penulis drama sendiri. Naskah drama Bila
Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya memiliki daya tarik dalam hal
amanat bagi pembaca. Oleh karena itu, penulis memilih pendekatan pragmatik
untuk menganalisis naskah drama Bila
Malam Bertambah Malam. Semakin banyak nilai
pendidikan moral, budaya, politik dan atau agama yang terdapat dalam karya
sastra dan berguna bagi pembacanya, makin tinggi nilai karya sastra tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah apresiasi naskah drama Bila Malam Bertambah Malam dikaji dengan pendekatan pragmatik?
1.3 Tujuan
Mengapresiasi naskah drama Bila Malam Bertambah Malam melalui
pendekatan pragmatik.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Metode Peneletian
Metode penelitian sastra merupakan alat
penting dalam mewujudkan sebuah penelitian sastra yang memadai dan sebagai
upaya untuk mendeskripsikan masalah sastra yang bersifat unik dan universal
sebagai objek penelitian. Pertimbangan utamanya adalah untuk memberikan
pengetahuan secara memadai mengenai penelitian sastra yang menuntut sebuah
metode penelitian yang khusus di samping tetap berada dalam jangkauan asas-asas
penelitian ilmiah secara universal.
Pada apresiasi drama dalam makalah ini
digunakan metode penelitian deskriptif
analisis. Metode ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan
fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Metode ini tidak semata-mata
hanya menguraikan tetapi juga memberikan pemahaman dan penjelasan.
2.2 Sinopsis Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam
Drama
Bila Malam Bertambah Malam ini
menceritakan seorang janda yang begitu membanggakan kebangsawanannya. Ia hidup
di rumah peninggalan suaminya. Gusti Biang adalah janda almarhum I Gusti Rai
seorang bangsawan yang dulu sangat dihormati karena dianggap pahlawan
kemerdekaan. Gusti Biang hanya tinggal bersama dengan Wayan, seorang lelaki tua
yang merupakan kawan seperjuangan I Gusti Ngurah Rai dan Nyoman Niti, seorang
gadis desa yang selama kurang lebih 18 tahun tinggal di purinya. Sementara
putra semata wayangnya Ratu Ngurah telah lima tahun meninggalkannya karena sedang
menuntut ilmu di pulau Jawa.
Sikap
Gusti Biang yang masih ingin mempertahankan tatanan lama yang menjerat manusia
berdasarkan kasta, membuatnya sombong dan memandang rendah orang lain. Nyoman
Niti yang selalu setia melayani Gusti Biang, harus rela menelan pil pahit
akibat sikap Gusti Biang yang menginjak-injak harga dirinya. Nyoman Niti
sebenarnya ingin meninggalkan puri itu karena ia sudah tidak sanggup menahan
radang kemarahan terhadap Gusti Biang. Namun, niatnya selalu urung manakala
Wayan yang selalu baik, menghiburnya dan membujuknya untuk bersabar dan tetap
setia menjaga Gusti Biang demi cintanya pada Ratu Ngurah. Nyoman Niti tak kuasa
lagi menahan emosi yang bertahun-tahun ia pendam manakala Gusti Biang benar-benar
menindasnya. Gusti Biang menuduh Nyoman akan meracuninya dengan obat-obatan. Akhirnya
Nyoman Niti pun bergegas meninggalkan puri itu. Wayan pun mencoba menahan
kepergiannya tapi alangkah terkejutnya Nyoman ketika Gusti Biang membacakan
hutang alias biaya yang dikeluarkannya membiayai Nyoman selama kurang lebih 18
tahun. Nyoman tidak menyangka Gusti Biang setega itu padanya hingga akhirnya
Nyoman pergi dengan berurai air mata dalam suasana malam yang sunyi. Wayanpun akhirnya juga diusir oleh Gusti
Biang setelah bertengkar sengit tentang persoalan Nyoman dan Ratu Ngurah; dan
suami Gusti Biang. Setelah kejadian itu, Ratu Ngurah datang dan bertengkar
dengan Gusti Biang begitu mengetahui Nyoman telah pergi.
Konflik
semakin tajam mengenai persoalan bedil. Ngurah dan Gusti Biang meminta Wayan
mengembalikan bedil yang akan dibawanya pergi, karena bedil itu adalah peluru
yang bersarang di tubuh Gusti Ngurah. Wayan akhirnya mengungkapkan bahwa dialah
yang menembak Gusti Ngurah yang menjadi pengkhianat. Wayan juga mengemukakan
kenyataan bahwa dialah ayah kandung Ratu Ngurah. Wayanlah yang selalu memenuhi
tugas sebagai suami bagi istri-istri I Gusti Ngurah Ketut Mantri yang berjumlah
lima belas karena Gusti Ngurah seorang wandu. Wayan pun menyuruh Ngurah pergi
mengejar cintanya yaitu Nyoman Niti. Ia juga mengingatkan cinta yang tak sampai
antara dirinya dan Gusti Biang hanya karena perbedaan kasta yang membuat
keduanya begitu menderita. Hubungan Ratu Ngurah dan Nyoman akhirnya direstui
oleh Gusti Biang.
2.3 Pendekatan Pragmatik
Pendekatan
pragmatik menurut Abram (1958: 14-21) memberikan perhatian utama terhadap
peranan pembaca. Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya
sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam
hal ini tujuan tersebut dapat berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama
maupun tujuan yang lain.
Menurut
Pradopo, pendekatan ini cenderung menilai karya sastra menurut keberhasilannya
dalam mencapai tujuan tertentu bagi pembacanya. Dalam praktiknya, pendekatan
ini mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan fungsinya untuk memberikan
pendidikan (ajaran) moral, agama, maupun fungsi sosial lainnya. Semakin banyak
nilai pendidikan moral, budaya, politik dan atau agama yang terdapat dalam
karya sastra dan berguna bagi pembacanya, makin tinggi nilai karya sastra
tersebut. Di Indonesia pendekatan ini pernah dianut oleh Sutan Takdir
Alisyahbana (pada masa Pujangga Baru) yang mengatakan bahwa karya sastra yang
baik haruslah yang memberikan manfaat bagi masyarakat, yang kemudian dikenal
dengan istilah sastra bertendens (Teeuw 1978).
2.4 Interpretasi Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam
Naskah drama Bila Malam Bertambah Malam ini
mengisahkan tentang percintaan yang terkait dengan perbedaan kasta. Nyoman yang
tinggal di puri selama 18 tahun dan berasal dari kasta sudra dan Ratu Ngurah,
majikannya saling mencintai. Gusti Biang, Ibu Ratu Ngurah karena kesombongan
akan kastanya sebagai istri almarhum seorang pahlawan dari ksatria, tak
merestui mereka. Drama Bila Malam Bertambah Malam memuat suatu
kehidupan yang memandang tingkat manusia dari kasta-kasta. Dalam drama ini
manusia yang satu dengan manusia yang
lain berbeda, dan perlakuan yang diberikan antara orang yang kastanya tinggi dengan orang yang kastanya
rendah berbeda. Berikut kutipan dialog dalam drama Bila Malam Bertambah Malam.
WAYAN
Gusti, Nyoman
adalah tunangan Ngurah,
calon menantu Gusti Biang
sendiri, berani sumpah, Nyoman adalah
tunangan Ngurah. Ratu
Ngurah sendiri yang mengatakannya. “Aku akan mengawini Nyoman Bape”
katanya. “Biar hanya
orang desa, pendidikannya rendah
tapi hatinya baik,
daripada ...” biar dimakan leak. Demi apa saja!
GUSTI BIANG
Tidak, semua
itu hasutan. Anakku
tidak akan kuperkenankan kawin
dengan bekas pelayannya. Dan, kami
keturunan ksatria kenceng.
Keturunan raja-raja Bali yang tak
boleh dicemarkan oleh darah sudra.
WAYAN
Tapi
kalau Ratu Ngurah menghendaki, bagaimana?
GUSTI BIANG
Bisa saja
dipelihara sebagai selir.
Suamiku dulu memelihara lima
belas orang selir.
Kalau tidak, jangan mendekati
anakku.
WAYAN
Tapi
mereka saling mencintai!
GUSTI BIANG
Cinta? Apa
itu cinta, itu
hanya ada dalam kidung-kidung Smarandanamu.
2.5 Apresiasi Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam dengan
Pendekatan Pragmatik
Naskah drama Bila
Malam Bertambah Malam menceritakan tentang hal yang terjadi akibat
perbedaan kasta. Gusti Biang yang notabene terlahir
dari kasta ksatria, mau tidak mau harus menuruti nurani dan logika dengan meninggalkan
kehormatannya, atas nama cinta. Perlakuan Gusti Biang terhadap Nyoman dan Wayan
sangatlah kasar seperti yang terdapat dalam kutipan drama berikut.
GUSTI BIANG
Tua
bangka, ke mana saja kau tadi, kenapa baru datang?
WAYAN
Tiyang
ketiduran di gudang.
GUSTI BIANG
Kejar
setan itu, putar lehernya! .. Kejar dia goblok!
WAYAN
Mana
ada setan sore-sore begini Gusti?
GUSTI BIANG
Kejar
perempuan setan itu.
WAYAN
Perempuan,
perempuan yang mana Gusti?
GUSTI BIANG
Begundal
itu! Masukkan dia ke gudang!
WAYAN
Maksud
Gusti, Nyoman?
GUSTI BIANG
Usir
dia dari rumah ini!
WAYAN Tetapi ... tetapi ...
GUSTI BIANG
Tua bangka,
pukul dia sampai mati,
putar lehernya. Diam saja seperti
kambing!
WAYAN (Tertawa)
Gusti,
Gusti, tidak ada kambing di sini!
GUSTI BIANG
Kau
juga tidak waras!
Kutipan drama di
atas menjelaskan bahwa Gusti Biang merendahkan Wayan dan Nyoman melalui
perilaku dan ucapannya karena perbedaan kasta. Dimana sistem semacam ini, telah
menempatkan manusia pada hirarki yang semata didasarkan pada faktor
keberuntungan. Dalam artian, ketika seseorang terlahir dari rahim brahmana atau
ksatria, otomatis dia akan lebih terhormat dibanding mereka yang lahir dari seorang
waisya atau sudra. Dalam drama ini juga diceritakan tentang Ayah Ratu Ngurah
yang seorang pahlawan tetapi sebenarnya adalah penghianat, seperti yang tercantum dalam kutipan dialog
di bawah ini.
NGURAH
Bape bilang
ayah saya penghianat?
Kenapa Bape
WAYAN membeo
kata orang yang
iri hati? Bape sudah bertahun-tahun di sini mengapa mau
merusak nama baik keluarga
kami?
SALING
BERPANDANG-PANDANGAN
WAYAN (Dengan tegas)
Tiyang tahu
semuanya, tu Ngurah. Sebab tiyang
yang telah mendampinginya setiap saat
dulu. Sejak kecil
tiyang sepermainan dengan
dia, seperti tu
Ngurah dengan Nyoman.
Tiyang tidak buta huruf
seperti disangkanya. Tiyang
bisa membaca dokumen-dokumen dan
surat-surat rahasia yang ada
di meja kerjanya.
Siapa yang membocorkan
gerakan Ciung Wanara
di Marga dulu? Nica-nica itu
mengepung Ciung Wanara yang
dipimpin oleh pak Rai, menghujani dengan
peluru dari berbagai penjuru,
bahkan dibom dari
udara sehingga kawan-kawan
semua gugur. Siapa
yang bertanggung jawab
atas kematian sembilan
puluh enam kawan-kawan yang
berjuang habis-habisan itu? Dalam
perang puputan itu
kita kehilangan Kapten Sugianyar,
kawan-kawan tiyang yang paling baik,
bahkan kehilangan pak
Rai sendiri. Dialah yang telah berkhianat, dialah yang
telah melaporkan gerakan itu semua kepada Nica.
GUSTI BIANG
Tidak! Itu
tidak benar! Suamiku seorang
pahlawan Ngurah usir dia.
Naskah drama Bila Malam Bertambah Malam ini bukan semata ingin menentang apa
yang disebut sebagai budaya. Dari analisis fakta-fakta tersebut, naskah drama
ini menyampaikan kepada pembaca bahwa siapapun orangnya, dan dari rahim siapa
ia tercipta, tetaplah seorang manusia dan harus diperlakukan sebagaimana
mestinya manusia. Tak peduli apakah orang kaya maupun orang miskin, tetap harus saling menghargai karena
hidup tidak dapat lepas dari orang lain.
Pahlawan yang
sebenarnya adalah penghianat yang diceritakan dalam naskah drama ini menyampaikan
terhadap pembaca bahwa orang-orang terkadang menutup mata terhadap kesalahan
seseorang yang dihormati karena tahtanya, Penghianat-penghianat dianggap orang
sebagai pahlawan sedangkan yang benar-benar berjasa dilupakan orang dan
terkadang pula orang yang selama
ini terkenal baikpun belum tentu sebenarnya adalah orang yang baik.
Naskah drama Bila
Malam Bertambah Malam menyampaikan kepada pembaca tentang bagaimana
semestinya berperilaku kepada sesama manusia dan bahwa seorang yang dianggap
terhormatpun tak luput dari kesalahan.
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Naskah drama Bila Malam Bertambah Malam memiliki
banyak kaitannya dengan kedudukan manusia. Naskah drama ini menceritakan
tentang cinta yang terhalang oleh perbedaan kasta. Pendekatan pragmatik
digunakan menganalisis naskah drama Bila
Malam Bertambah Malam ini untuk menemukan hal yang didapat oleh pembaca.
Melalui pendekatan pragmatik yang digunakan, dapat diketahui bahwa hal yang
disampaikan kepada pembaca ialah bahwa kedudukan manusia adalah sama, bagaimana semestinya berperilaku
kepada sesama manusia dan bahwa seorang yang dianggap terhormatpun tak luput
dari kesalahan.
tengkyu. sangat membantu teman saya hehe
BalasHapusterimaksih ya. :)
BalasHapusmakasih ndeng
BalasHapusAlhamdulillah.Terimakasih ,artikelnya sgt membantu.Semoga bisa lebih bermanfaat.Amin
BalasHapus