Kamis, 27 Desember 2012
Senin, 24 Desember 2012
Burek !
Candu
Naramu, menghimpitiku di tengah rekahan-rekahan
lambu
Menyesak dengan pelan mencabuti nafas lirihku
Mengoyak , lalu merauk aungan pintaku
Selang-selang yang menahuniku di candumu pun...
Diam berkeringatan
tapak-tapak jeritan lingsirmu
Melolong,
Merindu wajah semu-semu
Candu,
Virus mantra yang kau tabu
Masih sibuk menggema di tangga-tangga jariku
Menganga dan bisai seluruh keringan kertasku
Ampunku mengentalmu candu,
Ampunku di sela-sela gemuruhan janjimu
Ampunku...
Kau benar–benar candu...
(>nara belingsat dalam busungan dinasan candu
//5-1212
Mabuk ( “IV
I
Mabukku ,
Lunta-lunta di tengah puan-puan nyamur
Bertetes satu demi satu pijakan lintah menyambut
Sempoyong memegang racun-racun
Muntah,
Menahan luka semak-semak yang terpoles apik di tungku bangkaian lemahmu
II
Mabuk,
Aku benar-benar merayap diam di dalam kandungan mu
Bergelombang dengan kepak teraknya gemuruh rayu-rayu
Bernyiur perlahan
Menjanji di ujung sialu kebisuan silaumu
III
Mabuk, hentak sila-sila pantaimu menjanur paru
Menguliti perasan kulitan batinku
Menjatuhkannya ,,, tepat di tombak palung-palung
IV
Mabuk,
Gerak lelehmu menghunusi dunia bawahan bersapu
Menggorok dengan manis
Tepat di latar-latar penghujatan koran-koran iris...
3/1212
Muntah,
Menahan luka semak-semak yang terpoles apik di tungku bangkaian lemahmu
II
Mabuk,
Aku benar-benar merayap diam di dalam kandungan mu
Bergelombang dengan kepak teraknya gemuruh rayu-rayu
Bernyiur perlahan
Menjanji di ujung sialu kebisuan silaumu
III
Mabuk, hentak sila-sila pantaimu menjanur paru
Menguliti perasan kulitan batinku
Menjatuhkannya ,,, tepat di tombak palung-palung
IV
Mabuk,
Gerak lelehmu menghunusi dunia bawahan bersapu
Menggorok dengan manis
Tepat di latar-latar penghujatan koran-koran iris...
3/1212
Nyonya
Angguk riang meliuk di gumpalan sanggul nuraga
Merintih satu persatu tusukan bersetubuh
Menjantung di atap rambut beristana sungkup
Menatap satu dengan
diam berkelopak liuk
Mengaku bersampur liatan merah ranum
Mengaraknya deru di bilah paritan semu
Hitam dan menjantung,
Kaca-kaca yang mengasah belati-belati intipmu pun
Menyapu deras dengan guyur-guyur perasan malam
berkelud
Mengayun, dengan manisnya kilat merapat sendu
Begitulah,,,
Begitulah nyonyaku,
Yang senang mengaku,
Mengaku untuk merayu tuanku...
Memang...
Memang begitulah nyonyaku,
Menjamur di garis ruang senjanya angsa raung
Tapi, memanjati paku bersisipkan pecahan kaca muse
tuamu
Kini meringkuk berselambu keriput
Dengan tudung busuk bergelayun pilahan mantra aliran
resimu
191212
Rombak, Mencari Pandega
Menyebut ia manusia
Melangkah di gunduk-gunduk serakan dahan
Hembus, menyejuk guyuran
Mengajak diam
Beradu ronta tatapan
Dengan panah langit-langit rana
Anda menyebut manusia,
Dua tangan yang berjalan
Selang, berlayang
Menanduku dalam perahu gujarat pandega simpang
Meraungkan pijak
Dengan amuk angin lembayung tinta pion harapan
Anda mengaku juga manusia,
Menyapu aliran desir pandangan
Mengarakku
Masuk menali desir darah hembusan
Di sungai pasangan
Yang merusuk dan menjatuhi pandega
Pencakar jurang
hati bertuan
181212
Surat
Pinggiran(“
Kami,
penghuni pinggiran
Yang
menelan darah sendiri
Yang
menusuk nyawa berhuni
Yang
melolong,
Diam,lusuh
berdesir terjunan surat pinggiran sunyi,
Menyanyikan
celoteh tak bersuara dasi:
Kamu,
pemandang penghuni pinggiran
Yang
menelan darah kami
Yang
menusuk nyawa kami
Tak
melolong,
Diam,berdasi
di paris tinta-tinta bulir
berterjun
surat pinggiran mati
terubah,
buas-buas mengapas menjanji!
Terlunta,
sisip-sisip kami
Kau
diamkan menuju pucuk jeruji pedang kapalan kaki
Terinjak
duri yang menyanyati kulit
Dalam
miskin surat pinggiran berdasi.
Dan
akhir tuli
Akhir
senyuman penghianatan kembali
Kembali
bau
berdasi-basi!
181212
BATANG
Tubuhmu, meliuk di tiupan
Menarikmu memetik hembusan
Menengok cahaya yang mengintip-intip pandangan
Sambil, menata gabus-gabus air sisa perasan
Sambil, menata ranting yang berjatuh gerayapan
Tetapi,tetap tegak menatapi batangan
Meski, luka itu ditutup halaman
Batang, bertuanmu di tanahan nisan
Kami penikmat hasil tuan
Meranum diam mendengar
Menengadahkan dua jemari tetuan
Menali parit-parit jejalan.
Batang, ambu ruammu dipelipis buraman
Mengangakan patri bertusuk-tusuk bisikan
2/12/12
LUMPANG
Tumbuk menuduh satu persatu
Tindih menelan sayu bertalu
Jatuh dendam berbatu-batu
Mengucurkan berpuluh-puluh peluru
Lumpang,
Suaramu nian menggebu
Menyanyi madu di pistol-pistol mulutmu
Kau hiasi setiap menir dinding-dinding ototmu
Dengan bercak merah merayu
Dengan belanga darahan layu
Lumpang, diucapkan satu wajahmu
Kau menari bagaikan gunturan laju
Kau injak,
Meletuplah getah-getah murni itu,,,
Kau jengkal,
Meronalah beberan jantungan bisu ...
Lumpang,
Ku rasa,,,
Kau memang ingin dan belum kering di dinginmu,
Kau masih tumbuk dibilik mata sayu
Kau kuasai seluruh,,,
Menuntut yang belum bermantra rasamu.
Lumpang,segeralah berhenti dengan hatimu...
(salam perdamaian untuk semua saudaraku-24/11/12
Getah
Betari
Kini
namamu yang tinggal betari
Mengendap
bersamakan senja bertepi di mega-mega
rinjing
Kini
wajahmu yang tinggal betari
Tapi
sudah tersapu lumpur , berintikkan dedaun
garing
Betari,sekali
lagi
Sudah
menjadi getah betari
Sudah
bergetah, liar dan lempar dalam jubah bertopi
Betari,
Berontaklah
dengan nama betari
Duduk,
mencambuk getah-getah betari lembing
Berjalan
dengan jengkalan bui
Simpuh
di tahta betari
Sekali
lagi,
Ingatlah
kau betari,
Getah
betari bukan satu-satunya sungai betari
Dan
betari...
Tengok
, satu derasan betari...
(
kerontangmu kini meronggai cakra
betari:17 Oktober 2012............
Jangan Bilang-bilang ; )”LEAK
Suara gemuruh di persimpangan, berburu, bertopi, bertongkat
Suara berderu, bersenjata
Suara bertabuh, menyanjung
Suara gemuruh di persimpangan, berburu, bertopi, bertongkat
Suara berderu, bersenjata
Suara bertabuh, menyanjung
Suara, terliat-liat panjang dengan getahan mu
Suara, menyiur dengan sobek sutra kafan LEAK sampu
busuk gerangan kaku
;
Suara, celoteh pandu
Suara, berkertas-kertas buluk
Suara, mengampunku di ubun-ubnn
;
Janganlah kau bersuara; )LEAK itu
Ini sudah lebih dari kau sekedar membumbu
Ini sudah lekas berpuluh-puluh bius
Ini juga sudah kau bertamu dengan leak-leak seruput
Ini sudah kau mengaku
;
)”kini aku yang yang bilang padamu
Kini abu itu bersemburan mengaraki nara kecubung kabut
Kini jangan kau mengaku
Mengaku suara melagu
Mengaku satu
Mengaku kau tak bersampir seribu
Kau-diam saja dengan merangu
Jangan bilang-bilang; Leak—08;1212
Suara, menyiur dengan sobek sutra kafan LEAK sampu
busuk gerangan kaku
;
Suara, celoteh pandu
Suara, berkertas-kertas buluk
Suara, mengampunku di ubun-ubnn
;
Janganlah kau bersuara; )LEAK itu
Ini sudah lebih dari kau sekedar membumbu
Ini sudah lekas berpuluh-puluh bius
Ini juga sudah kau bertamu dengan leak-leak seruput
Ini sudah kau mengaku
;
)”kini aku yang yang bilang padamu
Kini abu itu bersemburan mengaraki nara kecubung kabut
Kini jangan kau mengaku
Mengaku suara melagu
Mengaku satu
Mengaku kau tak bersampir seribu
Kau-diam saja dengan merangu
Jangan bilang-bilang; Leak—08;1212
Keriput
Lajumu bersela,antara sungai-sungai satu
Jaring meramu,padu berkelok alur
Hadir dengan senyum manisnya kulitan keriput
Keriput,
Kembalinya bungkam bersapu
Detak,bergerak dalam sela-sela nafasan jasadmu
Lajumu bersela,antara sungai-sungai satu
Jaring meramu,padu berkelok alur
Hadir dengan senyum manisnya kulitan keriput
Keriput,
Kembalinya bungkam bersapu
Detak,bergerak dalam sela-sela nafasan jasadmu
Keriput,
Mendekati tiang berdiri 3 jengkal
Pandai,juga lupa akan mahkota dulu pasang
Keriput,
Hiasan kotak
Bertabur ruak,bersisa tinta
Keriput,
Jalan bercabang
Dengan putung dalam lubang hiasan
22.9.12
Mendekati tiang berdiri 3 jengkal
Pandai,juga lupa akan mahkota dulu pasang
Keriput,
Hiasan kotak
Bertabur ruak,bersisa tinta
Keriput,
Jalan bercabang
Dengan putung dalam lubang hiasan
22.9.12
Top of Form
Bottom of
Form
Kuncup Liur
Meleleh dengan serak-serak patahan tangan
Menyumbu diam dalam sesepah liar
Bersandang, taruh bak teropan belang
Mengucur dengan pelan
Menjatuh dengan gersang-gersang tumpahan
Bergeliat, mementalkan alunan
Begitulah sesepah hidup kuncup liar
Menguncup dengan liuran
Beranak jerami-jerami ukiran
Bertandu dengan mudahnya di selipan ronta bisingan
Menganga renyah di tangis-tangis bulan
Serok, liur kuncupan
15 injak,
Di kuncup liuran malam 14/12/12
LEMBU-LEMBU
REMANG
Bergelembung
detak di keremangan angan
Dengan
gemulai,deru berselambu silauan
Sambili
erat dalam jemari bertuan
Dalam
satu karang,bersapu satu madu pandang
Singgah,lalu
ananda geretak
Berhambur
di retas-retas korona jurang
Menjamu,hambar
dalam titisan
Antara
selimut langit-langit remang
Laju
lembu,segera berteteskan darahan segar
Salah
masuk,ambil pena berTuhan
Terhunus
fana,kerak bersarang
Antara
lembu dan lembu remang
(“
Intipan liang yang puan...10/10/12”
Lintah
Darat
berserat lemah
Berkerat
pabila liurmu bergerah
Datang
dengan lem-lem getah
Singgah
berayukan siulan lintah
Berjalan
dalam lintah
Beranak
kaki belahan lintah
Perlahan,
diam membingkai selaput lintah
Membelah,
lalu bergerak menyeruputi darah
Lintah,
baumu benar-benar anyir nan lintah
Berjaring,
menghujami otak-otak
Sambili
sanding berobor ublik pati remah
Lintah,
2 kaki berjari -21/10/12
Serak
Lumpuhmu talah.
Lajumu ronta,berdagingkan darma
Menganga di patahan mata
Hanya bisa berseragamkan kata
Serak,
Ngaunganmu suah di
panggung jalang
Sisa genggamanmu
hanya berbekas basah
Tanpa sekat detak
Berujung panah.
Serak,
Kini hanya tata
Mana kitab yang
kau kumandangkan hanya buta
Serak,
Sekarang semua caba.
Antara hawa dan rasa,yang masai menyelusup darah.
Bukan kembali bercermin.
Tapi,akan tibai kering
Dalam kursi bening
Berkredo pening.
24 Agustus 2012
Sepuh
Sebuah mata kaku yang berkelok runtuh
Berpijak
dalam batuan palung
Jerih,berdesahkan
bisu.
Laku
bau di semak-semak lusuh
Diam
berdoakan windu
Siang,malam
hancur dalam debu
Melaju
dalam tindihan laut
Bergagap
satu
Dengan
remasan ludah kepulan waktu
Rindu,
Antara
dentuman di malam kemenangan-Mu...
Menunduk
sujud,
Dalam
arangan pilu.
25
Agustus 2012
Perbincangan
“SA”-“IR”
SA
Aku sudah cukup remang membuka lampu dalam jari-jari
taman
Aku sudah berinjak lama,lari di tengah rumput-rumput
taman
Aku sudah ingin memutus tali bertuliskan paras taman
Aku malu,dosa bertumpuk jarum di sesak-sesak rahim
taman
Aku sudah ingin muntah, tapi busa bersapu-sapu
menegur gelombang
IR
Apa yang kau tahu tentang siluet dosa SA?
Yang ku tahu, kau hanya kepala gerhana
Yang ku tahu, kau hanya lubang yang sudah lama
menua,coret,usang,dan kotor berjingga
SA
Aku memang hanya arca tua dan menua dalam rumah
bertaman
Tapi,tak bisakah kau tinggal dan membunuh jari lampu
bertaman
Aku benar-benar semakin lubang dengan bau dosa yang
semakin menetasi ruang
IR
Aku tak bisa
Tapi,aku juga bisa
Jika kau menghanyutkan ragi-ragi bernisankan dosa berbunga.
(to: tari
betari -14/10/12...
Paru-paru Keranjang
Bertumpuk dalam tusuk-tusuk palungan dangkal
Membiru deru dalam dekapan hujan
Melamun bergeruskan awanan kepulan
Menjamur, bertatapkan derasan palu yang runyam
Mahkota-mahkota yang singgah pun
Berjatuh satu demi satu dalam kolong-kolong lintang
Senyap berkelambu
Pasrah,berarus
bisik-bisikan tambung malam
Bak rona berjubah geliatan patungan taman
Bunga yang menyapai hembusan pun diam,
Bersemedi deras di altar-altar keranjang
Bersaksi, dalam hamba yang diam
Bersama cemeti-cemeti kamar yang berabukan
penali geram.
( untuk Dum, yang menjadi sisa keranjang dalam buai-buai keagnostikan
.........09/10/12)
Surat katarak”
Sebuah jalan dengan teriakan tegap
Penuh jeram menjalar dengan darah
Sukma di tata
dengan angka-angka rupiah
Lalu buang dibuai sampah
Dengan tiba berpadankan lumpuran tanah
Tanpa peluru senjata
Tonggak tegak
Lupa dengan batokan tunasnya
Tumbuh tanpa aparatus ideologinya
Tiba mencair
dalam bejana
Di selaput peluruhan beta
Hujan mata bahkan selalu bersua
Antara jas me-rah dan lu-rah
Saling berebut di tahta
Sekarang
Surat tiba:
Punakawan harus segera ditata
Di barisan adi hegemoni ketua
Benar surat katarak!
Berjubah senjata tanpa titik koma
Pelatuk siapkan bara
Surat harus
merdeka.
Nasib yang diselimuti kabut perah)”
23 Agustus 2012
Rumpang!
Menyelusup di tulang
Mengisi ekskavasi talang-talang dengan sublim,kafah
yang mula di leksem jenuhnya alang
Terdiskursif di
sudinya sela perhentian,,,
Tiba pergi berubah di butir-butir empunya sesempit
pikiran,,,
.-.
(Semua hampir gila tanpa acuan,
Entah terpontang kemana arah tujuan
Hingga gambaran dasar saja tak muncul di cermin
taman...)
Tepatnya di bising malam...
.-.
(keranda demi kerandapun melewati persawahan,,,
mencoba sedikit tersenyum pada raga yang malang,,,
ingatkan fasemu di jari pertapaan)
saat tiba di keelokan
Debu
Pelekuk
Bisik
kabur di luyu teropongku,
Mendaki
gurun satu batu
Bermainkan
madu tarik cahya satu..
Berdesir
debu kepul di hamparan nadimku..
Bersorak,
Bertanya,
Dengan
diam dalam alun gumpalan satu
Jari
larik petang sayu
Menandai
Sekuik
tugu onyong di pantulanku
Mencair
dengan kapal padu
Berdentum
dengan aungan dua bola tatapan yang anggun...
Disadarku...
Semua
masih terlihat pacak merujuki suaraku ...
Aung
26/5/2012
Di hotel prodeo
M erak-merak
melambungkan perbuluan frasa
Kini diam memandang
Berhenti dengan
titisan bayang
Dan mengjubai cahaya yang malang
Sejenak memasang,,.
Sejenak mentahta...
Dan sejengkal meributi desir kerisik panjang...
.-.
Sejak itu pula cerita kita hilang...
Menariki musik yang selalu menjadi sulut
lembayunan...
.-.
Atropimu pun mengganggui senyapnya layang...
Berhenti memandang dengan tatapan kosongmu yang
menjurang...
Sebilah:
Sepertinya kau belum paham dengan pencacatan
Tuhan...
Aku merelakan jika memang kertasku harus tertutup
untuk sebuah coretan..
Tetapi, jika itu harus diambil sang ilahi...
Aku akan lebih menghargai..
Karena keputusan itu memang harus,,memandang sakit
dan bahagia yang tipis di pandang...
(semoga anda bisa lebih menghargai artinya sebuah
keputusan...)
Senin, 30 April 2012
Keranda gabah”
Singkap di pelupuknya bunga..
Menyapa dengan sigap di pecinya...
Dengan lembut mempermainkan melodi siah...
Saling labas di beradukan pandangan ...
Diikat di
tepian...
Hingga runcah tak berbilah....
Lalu bisik pun
hanya bisa berbui di rajam...
Beriring di lantun kerisik pacak....
.-.
15/5/12
Bumi Subal
Di sesaki hegemoni tanpa aparatus
Bisu buyu
Di kerokan batok berjejak parut
Kerikil keringat menyapu
Dengan senyum apati
Di kerongkongan paku
Dengan wasiat:
Tangan dan perut satu
Bersempoyong laku
Di padang hijau bumi subalku
Lalu
Tak pahit di nisan-nisan penjajahan anakmu
Meraja dengan tonggak kuku
Mencengkeram di kulit hitam dan putihku
Tak adakah raungan dari sebal-sebalnya waktu?
Tak terdengarkah
petiran itu?
Semu kuah di gurun agung
Berselir suak
di manisan merdu
Selasa, 21 Agustus 2012
Tulah Lembayung
Kini mukamu yang terpancar renda kelu palung,,,
Menyanyi riuh,di ombak wewangi kamboja lembayung
Anyir,bermimiskan sore empunya lembayung
Serik berdetaknya terik lembayung
Hanyutan pasir yang singgah membasuhi pun,
Tulah rerintik di mata-mata lembayung
Menatapi sang empu dalam buaian payung lembayung
Tulah lembayung,
Bayangmu menyapu separuh getah jejakan lembayung
Menghisap seluruh pandang
Dan menyeruput seluruh ruang-ruang jenaknya
lembayung...
(“Singgah,menulah dalam dera menyanmu (sang
lembayung),,,27/10/12
Tirai Malam
Terbang dalam sayap-sayap malam
Duduk diam memandangi sejuknya peraduan
Memadukan tinta-tinta ,,, dalam windu yang nian
terpendam...
Tirai malam,
Datang dengan pelan
Meneduh dengan manabuhi layang
Saling meraga,,, di sela-sela penantian petang...
Tirai malam,
Tundukkku berucap jemari malam
Terinjak lama
Berkasa pena kunang,diantara tirai-tirai kepala
malam...
(untuk sang pemilik kepala malam-23/101/12)
Rangka Sepah
Menyusupnya di sela-sela lemah
Meredup pelan di kerumunan gumpalan
Jalan tanah, bernyiur dalam pegangan
Mengantarkan satu
virus di muka gajih fana beling setan
Sepuh-sepuh rerumputan yang berebut tuk menyapa pun
Tiba-tiba menguning kuncup di duri-duri ranting
Berkering,
Tumbuh didih di teras-teras altar pengantin
Tiba bersolek penebah
Duduk sesaji
Di kerisik pergolakan tungku-tungku selidi
Lalu mengakar,
Membatiki otak-otak tuli
Sang rangka bertudung sutra latin pun,
Jua sepoi hembus mengarak berkelana menekik
Bertamparkan bulu-bulu rangka mati
Gugur bersemi, dedaun dingin
Berjeritkan teropan abu dalam tumbukan gerhana bening
14/11/12
TANAH
Rupamu
menyanyat
Satu
dengan senyum retak
Dua
dengan lelehan hitam
Tiganya,
lantang mencuci selambu otak
Lakumu
juga menghujam
Mengiris
satu demi satu perahan darah
Kau
penuhinya dengan tanah
Tanah
perusak ,
Tanah,
Masihkah
kau bisa dipercaya?
Tanah.
Masihkah
aku bisa menolehnya dalam injak...
Tanah, kau adalah kekasih kering dan hujan yang melayang ...
Tanah...Mereka
pun juga sudah meludah....
Tanah,,,
Sepertinya
kau memang sudah retas, dan tinggal seuap benang...
Terik
tanah -21/10/12
Pegadaian
Negara”
Dikabuti pencitraan saja!
Rakyat mati rasa dikuba mata
Rela membakar sejuta warna
Meski harus berkabur nyawa...
Entah apa kesalahan darah negara..
Seolah tak ada harga untuk seonggok nyawa
Apakah ini awal dari putusnya kepala?
Entahlah...
Semua hanya ramai dengan dendam dan kabutan
persengketaan saja...
Akupun sampai bingung...
Bingungmenyinyir rasa...
Ringankah lirik pandang semuanya?
Apakah benar segala program adalah janji semata?
Apakah benar hukum sekarang adalah roti donat yang
siap dibeli kapan saja?
Seolah mati dan berontak adalah permainan belaka...
Ironis...
Ironis sekali...
Ceruap saja luntur di kaki...
Kemanakah kau wakil rakyat?
Kemanakah kau kepala rakyat?
Kemanakah kau?
Aku menunggu perbuktian pamflet-pamflet janji ...
Tepat di pegadaian yang kau buangkan selama
berjam-jam lamanya ini...
Tgl : 28/01/2012
Pukul : 22:26
“Para Politik
Cinta:
Bermain di atas rupiah bunga
Terlena
Terpantul
Disana...
Ter atap
Di celah-celah
Jendela
Dengar perut-perut karungnya...
Bangga
Bangsa
Melarat di bawahnya...
Tawa
Riak
Mengalur saja
Tak henti-hentinya...
Pistolpun tak peluru mencarik terhubung
Terbungkus penjara hotel berbintangkan selubung
Hanya cover sajalah,
Kala menatanya di sudut-sudut belatung,
Padahal itu belum seberapanya
Dari pahit gotronya susuk-susuk coblosan tipu yang
kau ranum...
Kami seperti
hanya makhluk tanpa jantung...
Tak tertanggap di titinya jejak ban penggunung
dinegara tanpa adanya kepala sambung...
“(demo salah satu gerombolan di ibu kota penggorok
paru-paru rakyat yang bergantung...)
“Tengger
manyang”
Diikuti...
Tarian
epilepsi kemarangan.
Tersapuk
didua kain yang mengicau ditengah malaman.
Tergerak
dalam kediaman.
Merapat
tersesakkan,
Oleh
lulutan yang diburu kekerisan para penopang perunggu amoral:
=Yang
menyakari akar keindahan
=Yang
tak tahu kerasnya desiran
=Yang
tak tahu penodaan yang terlansirkan
=Yang
tak tahu kepalsuan
=Yang
tak tahu corongan kenyataan
Di
keluasan
Yang
jauh dari kunci kerajaan....
Bertemankan
anyiran suara belalang
Yang
berkabung kekuningan
Ditemani
kekejian.
Dan
sekejab,,,,!
Mereka
menyelam
Diwaduk
neraka malam
Di
satui kerumunan
Yang
tersisai
Ketaksaan!
“(Turut prihatin dengan kekejian yang dilakukan sekelompok marinir AS terhadap para pejuang Talaiban)”
Sabtu, 14 Januari 2012
Bendera pagi”
Hinggap bertuli di retasan mega mati...
Perisai lamunan matahari yang anyir ...
Ikut menyerutu dalam mimpi
Hadir,tanpa wujud ragawi
Medial,berpucukkan duri...
Sekeping tali...
Sendiri,berbatangkan abu mati,
Bergumpal dalam bisik matahari
Lalu,,,
Pijak,diam tak berkusir:
Ku tunggumu
benderaku berdiri
Ku tunggumu
penali benderaku lahir
Ku tunggumu
benderaku menyapa kembali
Ku tungguimu
dalam desir aliran sugi...
31/08/12
Flamboyan
Sejenak menetap tajam
Menarik pandang dengan tiupan
Mengerangi hati dengan merah senyuman
Flamboyan
Kau benar-benar menawan
Mencakari hati yang tengah tenang
Sinar langkahmupun,menghukumiku di peletakan diam
Dengan duduk di samping flamboyan...
Hadirnya...
Mengusung sayapan terang
Dengan malaikat bersusuk flamboyan...
Merasuk mengikuti surga alam...
Bersuarakan gemuruh magma yang rela diam...
Meretas dengan
luluhan flamboyan...
Luluh lantah dalam langkah flamboyan...
Jumat, 31 Agustus 2012
LUDAH
Liuk anyir putih gerah
Melaut pelan dalam gua geraham
Berbias-bias
Mengoyak pelan suara-suara bisikan
Dengan hunus
pada jibril bertuan
Panggil menembus, rusuk berpintal-pintal
Ananda, kata merekam
Lilit sangkuk pada liat-liat ludahan,
Merosot keras di susuk-susuk gubukan
Berkoran, deras lir bergelayutan
Sambili merangkak di peras apuhan lus buyu berang
Benar, ludah menggarang
Ia tusuk beranak-anak injak
Bisu huruf dalam gelayun-gelayun lumpur emas.
Ludah yang menjamur dalam sisik-sisik angsa
Merayu zaman yang kenari merang.
Langganan:
Postingan (Atom)